Sebelum cuti sebulan, gue sudah mengatur jadwal kepulangan dengan mampir ke beberapa tempat terlebih dahulu. Setelah mampir Hongkong, gue lanjut ke Bali dengan penerbangan langsung kurang lebih empat jam ditambah perasaan horor pas mau landing gegara roda pesawat sudah nongol, tapi malah kembali terbang karena alasan apa yang gue sendiri tidak tahu. Gue pikir pilotnya lagi galau kali yah mikirin mantan.
Urusan imigrasi di bandara Ngurah Rai Bali menurut gue cepat pelayanannya dan kondisi bandara juga bagus. Keluar bandara sudah disambut oleh beberapa orang yang menawarkan jasa taksi. Ceritanya gue di Bali tidak sewa penginapan tapi numpang di kos salah satu teman sekolah dulu, yang kerja di daerah Denpasar. Alamat sudah di tangan dan teman gue sudah bilang naik taksinya burung biru saja paling seratus ribuan.
Pengalaman naik taksi pertama kali pas ke Jakarta, atas rekomendasi banyak orang, naik taksi burung biru saja yang aman. Pas sudah naik ditanya sopir pergi kemana dan gue jawab alamat yang gue tuju. Supir nanya lagi mau lewat mana, gue jawab yang cepat saja pak. Jawaban ngeles, kan gue juga tidak tahu jalan mana yang harus dilewati. Selamat sampai tujuan dan ongkos sesuai argo yang hitungannnya benar. Jadi itu kesan pertama gue naik taksi yang baik dan benar di Jakarta.
Selama di Korea gue jarang naik taksi. Asrama gue tinggal, dekat dengan halte bus dan cuma jalan tidak genap lima menit. Jadwal bus bisa di akses di hape dan tujuan akhir di salah satu stasiun subway. Kalaupun naik taksi hanya dalam kondisi mendesak dan sudah tidak ada pilihan lain. Hemat kakak...
Ketika di bandara Bali, gue malah tidak bisa lepas dari tawaran supir taksi gelap yang menghampiri. Sudah gue lakukan dengan segala daya upaya, supir tetap nunggu. Setelah tawar menawar harga disepakati harga yang jauh lebih mahal daripada harga taksi argo.
Supirnya berbadan gemuk, hitam dan bertato dan sebelum naik mobil, gue harus jalan menuju parkiran mobil. Sebenarnya agak merasa takut juga. Sudah berada di Indonesia itulah perasaan yang menguatkan gue kala itu, marasa aman dong di negeri sendiri.
Gue langsung ajak nari kecak tuh sopir di mobil. Di-iringi musik yang ada di mobil. Akhirnya gue sadar bahwa itu semua ilusi dan fantasi. Karena yang benar gue mengajak ngobrol sopir taksinya tentang rupa rupa yang ada di Bali. Asyik juga sih diajak ngobrol, bapaknya juga nanya macam macam tentang gue dari mana dan sebagainya. Sampailah di kos teman gue, dengan telpon bolak balik dan nanya berkali kali. Yes gue aman, gue rasa itu hanya perasaan horor belaka sama seseorang.
Biar hemat, selama dua hari gue berkeliling Bali naik motor sewa untuk menuju tempat wisata. Baca petunjuk jalan yang ada, nanya penduduk lokal, sesekali melihat GPS yang ada di hape. Karena lama sudah tidak naik motor maka jalannya pelan dan kuping gue sampai berisik denger bunyi klakson motor lain gegara laju motor gue terlampau lambat sepertinya.
Tanah Lot |
Garuda Wisnu Kencana (GWK) |
Sanur Beach |
Ceritanya udahan dulu dan sebagai penutup ada pose dari empunya blog dengan gaya paling cool. Harap tutup mata jika tidak berkenan melihat aksi penulis blog dan sekiranya mau liburan ke Bali buruan aja kakak.....
matur nuwun wes maca blog ku ya... |
0 Response to "Bali : Horor Sama Sopir Taksi"
Post a Comment